Thursday, 6 August 2015

Hukuman Terindah



Hukuman Terindah
 
                                                                                                                                                                   

Hukuman Terindah by Wirasetya Rade

.

Genre : Drama, Romance
Warning : AU, OOC, Typos, etc.
Jumlah Chapter :
Pairing : Wira (17 tahun) x Prisil (16 tahun) & Dawan (17 tahun) x Selly (16 tahun)
Summary : Bagaimana jika orang gadis pemalu mendapatkan seorang kekasih yang selama ini di impikannya hanya dengan sebuah hukuman ? apa mungkin ? atau tidak ? Let’s read guys..
.
DON’T LIKE, DON’T READ !
.
.
.
.
     SMA 7  Buol. Tempat di mana seorang gadis berambut ungu, memliki mata seindah rembulan dan kulit putih mulus sedang berjalan menyusuri lorong demi lorong yang terpampang luas di hadapannya. Terlihat beberapa buku yang di bawanya sedikit menutupi pandangan gadis yang satu ini.

     Hari ini adalah hari di mana gadis bermata rembulan ini menyerahkan tugas-tugas yang telah melonjak tinggi yang diakibatkan sakit yang dideritanya selama seminggu, di mana mengharuskannya untuk absen sejenak dari aktivitas sekolah. Gadis yang satu ini sekarang telah duduk di kelas 2 IPA

     “A-aww..” Prisil terjatuh. Buku-buku yang dipeganginya berhamburan, nampaknya gadis bermata rembulan itu menabrak seorang pemuda. “M-maaf” pemuda itu menunduk sekedar untuk menyetarakan tinggi diantara mereka sekaligus membantu gadis itu memunguti buku-buku yang berserakan di mana-mana.

     “K-ka Wira ? E-ee maaf.” Mata rembulan dan mata safir kini bertemu, setelah berhasil melihat pemuda yang ditabraknya itu Prisil sedikit terkejut. Ya, pemuda berambut kuning, bermata biru seperti safir, berkulit tan, serta postur tubuh yang proporsional merupakan pemuda yang sangat di sukai Prisil sejak pertama kali masuk dalam sekolah yang satu ini atau lebih tepatnya pada saat MOS berlangsung.

     Walaupun di sekolah ternama itu masih memiliki seorang pemuda tampan lainnya bernama Dawan, namun Prisil tetap menyukai pemuda berambut kuning yang satu ini. Mustahil bagi Prisil mengungkapkan perasaannya pada seniornya yang satu ini, karena hanya untuk menatapnya saja membutuhkan keberanian yang cukup ekstra. Apa lagi untuk menyatakannya ?

     Prisil tertunduk bisu, gadis ini merasa bersalah pada seniornya itu. “M-maaf ka,” dengan cepat Prisil merapikan buku-bukunya dan langsung berdiri. “Ini salahku, harusnya aku yang minta maaf.” Wira berlahan berdiri sembari menyerahkan sebuah buku yang berhasil di amankannya walaupun yang lainnya telah borong gadis pemalu di depannya itu.

“T-terima kasih.” Prisil membalas uluran tangan Wira yang berisi buku miliknya. “ya, Hmm.. oh iya, namamu prisil kan ?” lanjut Wira, sementara prisil hanya tertunduk berusaha untuk menutupi rasa gugup dan sedikit rona merah di kedua pipinya. “I-iya ka.”

     “Kau harus cepat ke ruang kelasmu, karena ketika aku melewatinya tadi aku mendengar pak Sofyan sedang menanyakan kehadiranmu.” Seketika rona merah dan sedikit senyuman yang menghiasi wajah gadis bermata rembulan ini  berubah drastic menjadi sedikit tegang dan takut. Pasalnya, pak sofyan merupakan guru ter-garang di sekolah ini. Bahkan setiap murid yang melihatnya sekedar berjalan-jalan di lorong sekolah langsung bergegas kabur dan mengambil jalan alternative hanya untuk menghindari ocehannya.

     “P-pak Sofyan ?” prisil lupa bahwa kelas pertamanya di hari ini adalah olahraga. “Hn, dan kau tau kan apa yang akan terjadi jika kau terlambat ?” Wira melangkah sedikit ke arah kanan hanya untuk memberi akses pada Prisil kalau-kalau ia akan langsung berlari.

     Dan benar saja, gadis itu langsung berlari meninggalkan Wira yang hanya tertawa kecil melihat tingkah lucu dari gadis yang baru saja menghentikan langkahnya ini.

(Kelas 3 IPA.)
     “Hey.. kembalikan.”
     “Wuahahaha…”
     “Apa kau menontonnya ? seru loh..”
     “Awass.. awaaass..”

     Ribut ? itulah kata yang akan di pikirkan orang lain jika melihat ruang kelas yang Wira dan teman-tamannya hinggapi saat ini. Setiap hari ada saja hal berisik yang di lakukan penghuni kelas ini. Bahkan kelas ini mendapat julukan segabai kelas taman anak-anak karena kegaduhan yang di timbulkan oleh setiap insan yang berada di situ.

     “Hahh.. seperti biasa” Wira mengeluh. Pemuda itu melihat sahabatnya yang sedang duduk diam di ujung ruangan. Wira segera mengarahkan kedua bola matanya ke atas, menandakan ia mengajak sahabat karibnya itu pergi bersama ke atap sekolah untuk menghindari perang kecil yang sedang berlangsung.

      Wira dan Dawan telah bersahabat sejak kecil. Hal ini tidaklah begitu aneh karena orang tua mereka masing-masing memiliki sebuah perusahaan besar. Dan 3 bulan yang lalu, orang tua mereka melakukan kerja sama di luar negeri ,yang mengharuskan Wira dan Dawan tinggal sendirian di apartemen mereka masing-masing.

     Sejak mereka duduk di bangku SMA mereka menjadi pusat perhatian karena wajah tampan milik mereka. Wira dengan rambut kuning dan mata sebiru safir, serta berkulit tan dan Dawan berambut hitam, dengan mata seindah kilauan ruby dan kulit yang putih selalu menjadi incaran para gadis.


(Atap sekolah)
Atap sekolah merupakan tempat di mana kedua pemuda itu menghabiskan jam kosong mereka. Di tempat itu juga telah di sediakan tempat tidur berukuran besar yang terbuat dari potongan bambu kecil yang dapat menampung tubuh mereka. Setiap hari mereka habiskan dengan menatap indahnya langit biru, dengan sedikit kumpulan awan yang berjalan seakan mengikuti gravitasi bumi. Sesekali mereka juga berbicara tentang pengalaman mereka masing-masing.

     “Hey. Apa pendapatmu tentang selly ?” Ujar Dawan datar menatap langit biru. “maksudmu adik kelas 2 yang selalu memberikan bunga padamu ?” tebak pemuda berambut kuning itu. “Hn” Dawan menganggukan kepalanya. “Kurasa dia sangat menyukaimu.” Jawab Wira. Hal ini memang benar karena setiap hari gadis berambut pink, dengan mata emerald, serta kulit putih itu selalu membeli setangkai mawar merah yang harganya cukup memeras kantong. Dan setiap hari pula Dawan selalu membuang mawar itu ke tempat sampah, karena pada dasarnya pemuda itu tidak suka dengan hal-hal seperti itu.“Sudah kuduga.” Dawan menarik dalam nafasnya. “Ya. Begitulah.”

     KRIINNGGG… bel istirahat telah berbunyi, kini saatnya bagi para siswa mengisi perut mereka setelah sebelumnya menerima suapan pelajaran terhadap otak mereka. “Prisil, kau mau makan ?” Tanya selly. “A-aku tidak lapar.” Tolak Prisil sembari mengerjakan beberapa tugas miliknya yang sempat tertunda karena hukuman dari pak Sofyan yang megharuskannya berdiri di pinggir lapangan karena keterlambatannya.

     “Hm, baiklah aku akan menemanimu saja.” Selly duduk di depan Prisil. Gadis berambut pink ini tidak terkejut dengan sahabatnya, karena ia tau Prisil adalah seorang kutu buku. “HAYY ! semua..” seorang gadis berambut pirang muncul dan membuyarkan suasana damai diantara kedua gadis yang sedang sibuk dengan beberapa tugas yang cukup berserakan.

     “Haahh… dasar mulut bebek.” Selly mengeluh panjang. Gadis itu pasti akan mengalami pertengkaran hebat jika bertemu dengan sahabatnya ini. Alasannya sederhana, karena kedua gadis ini menyukai Dawan primadona sekolah. Bahkan selly sering memanggilnya dengan sebutan ‘Mulut bebek’ dan sebaliknya, Gisell juga sering memanggil Selly dengan sebutan ‘Jidat lebar’.

     “Tenang.. tenang.. aku tidak ingin rebut denganmu Selly. Aku hanya ingin membuat sebuah tantangan.” Gisell mendekati kedua gadis yang sedari tadi sibuk dengan beberapa tugas.

     “T-tantangan ?” Selly sedikit dengan bingung dengan pernyataan gadis pirang berkulit putih itu. “Ya, bagaimana jika kita buat taruhan. Aku ingin kita berlomba datang pagi ke sekolah. Dan… barang siapa yang kalah harus di hukum.” Jelas Gisell. “apa hukumannya ?”
    
      “Hukumannya sederhana, dia harus mengatakan dia bersedia menjadi asisten dari laki-laki yang sangat di sukainya. Lalu.. aku ingin Prisil ikut..” Gisell menatap sinis kearah Prisil, ia tau bahwa Prisil sangat malu  bahkan  hanya untuk menatap pemuda yang dicintainya.

     “Setuju” Selly antusias dengan ide yang tiba-tiba keluar dari otak sederhana milik Gisell “A-aku..? tidak, A-aku tidak mau.” Prisil terkejut. Tadinya ia hanya sibuk dengan tugas-tugas miliknya kini kedua bola matanya membesar setelah mendengar nama indahnya di sebut dalam rencana mematikan milik Gisell. Mengetahui ekspresi yang akan di keluarkan Prisil, kedua temannya segera menatap tajam. Tatapan yang mengharuskan dirinya harus ikut berpartisipasi.

     Melihat itu semua, Prisil hanya bisa pasrah dengan itu semua. Gadis itu tidak terlalu khawatir dengan hukuman yang akan diberikan. karena faktanya, gadis berambut ungu ini selalu menjadi orang pertama yang datang ke sekolah setiap harinya.

(Skip Time)
     Pagi telah tiba, mentari telah menampakan keagungannya. Kini saatnya mengganti tugas sang rembulan untuk menemani bumi. Suasana yang mengharuskan penduduk buol segera menuju dunia nyata dan meninggalkan dunia mimpi.

     “Sudah siap. Saatnya untuk pergi.” Gadis berambut ungu yang sedang memperhatikan penampilannya di sebuah cermin selutut itu kini siap menuju sekolah. Gadis itu mengunci pintu rumahnya dan segera berjalan melewati sebuah trotowar yang sudah tak asing lagi dengan desakan kaki mungilnya.

     BRUUUKK…..  merasa mendengar sebuah suara, Prisil segera mencari sember suara yang di yakininya berasal dari belakang. Seorang nenek tergeletak tak berdaya di pinggir jalan setelah di tabrak sekumpulan anak-anak SMA yang tengah mengendarai motor. Dan tanpa rasa bersalah, mereka terus melaju seolah tak peduli dengan apa yang telah mereka perbuat.

“Oh tidak !” Prisil berlari. Gadis itu merasa sangat khawatir dengan nenek yang bernasip sial itu. “Nenek ? nenek ?” Prisil berusaha membangunkan sang nenek. Namun hasilnya nihil. Nenek renta itu tak kunjung sadar. Gadis itu segera melambaikan tangan berharap ada sebuah taksi yang melihat dan mau mengantarkan dirinya dan nenek pergi menuju rumah sakit.

(Skip)

     “Kalian terlambat. Dan sebagai hukumannya kalian harus melakukan seperti  yang telah kita sepakati.” Gisell menyilangkan kedua tangannya dengan sedikit senyuman sinis terutama pada Prisil.

     “Yesss…”
     “Hahh..”

     Terlihat perbedaan ekspresi tergambar di kedua gadis ini. Tidak berselang lama, Prisil dan Selly segera memberanikan diri mereka untuk mengatakan bahwa mereka ingin menjadi asisten para pemuda tampan itu. Pada awalnya, baik Dawan maupun Wira tidak mau dengan hal itu. Mereka tidak suka  melihat wanita menderita hanya karena mereka,  namun setelah ke dua gadis itu memaksa mereka akhirnya setuju dengan syarat bahwa mereka tidak akan melakukan pekerjaan atau aktivitas berat yang bisa membuat mereka lelah.

     KRIINGG…  bel sekolah telah berbunyi, bel yang mengisyaratkan bahwa saatnya bagi para insan yang ada harus segera pulang ke rumah mereka. Para murid terlihat senang bagaikan terlepas dari maut. Mereka segera meninggalkan halaman sekolah, ada yang naik mobil, motor, sepeda bahkan berjalan kaki.

     Namun ada yang berbeda dari ke dua gadis berambut ungu dan pink ini. Karena mulai hari ini sampai 7 hari kedepan, mereka harus mengikuti para pemuda yang telah menjadi bos mereka. Wira dan Prisil dengan mobil Marsedes putih, sedangkan Dawan dan Selly dengan Ferari merah milik Dawan.

21:09, Dawan’s Apartement.
      “Kurasa kau sebaiknya pulang, tidak enak jika kita tidur bersama mala mini.” Pemuda berambut hitam itu membuka pintu depan rumahnya agar gadis yang sedari tadi memaksa untuk menjadi asistennya itu segera pulang.

     KRYYUUKK… ! namun, sebelum gadis berambut pink itu pergi, perut mungilnya mengeluarkan sebuah nyanyian bahwa ruang kosong itu harus segera di isi. “Hahhh.. sebelum kau pergi, kurasa kau harus segera makan sesuatu terlebih dahulu.” Keluh Dawan membawa Selly menuju ruang makan pribadi miliknya. Sementara Selly hanya tertunduk malu sembari mengutuki perut kecilnya yang tidak dapat di kompromi.

21:11, Waira’s Apartement.
     “K-ka M-mau kemana ?” Tanya seorang gadis culun berambut ungu yang melihat pemuda berambut kuning mengambil jeket kulit hitamnya dari sebuah sofa berwarna kuning. “Oh, aku mau membeli beberapa makanan.  Aku ingin kau makan sesuatu sebelum pulang.” Wira tersenyum. Sementara Prisil yang mendapat senyuman tak terduga itu malah tertunduk dengan beberapa rona merah yang menghiasi pipi mungilnya.

     “T-tapi…” Masih dalam keadaan menunduk. “Aku pergi ya.. tolong tunggu di sini.” seakan tak mendengar subuah penolakan halus dari Prisil, Wira langsung pergi meninggalkan Prisil dalam kesunyian malam.

     Lama Prisil menunggu, akhirnya pemuda tampan yang selama ini di impikannya datang. “Egh…” Wira masuk dengan sebuah salam yang cukup membuat  Prisil curiga. Prisil segera menuju pintu depan.            K-ka WIRAAAA ???”

Bersambung…

Ok guys, sekian dulu cerita amburadur hamba. J J  sebenarnya inspirasi cerita ini hamba dapat setelah hamba kepikiran sekolah lama hamba. Dan kebetulan chap 1 ini, hanya ini yang dapat hamba pikir melalui otak super lalot milik hamba. Dan untuk chap selanjutnya hamba ragu kalau akan cepat selesai karena jujur baru segini doang yang dapat melintas di otak hamba.

OK ? see you in the next chap. JJJ
    

No comments:

Post a Comment