Thursday, 13 August 2015

Hukuman terindah chap 2



Hukuman Terindah
                                                                                                                                       
Hukuman Terindah by Wirasetya Rade & Trisudawan

     Ok guy’s hamba update lagi chap 2 nih. Awalnya hamba malas ngelanjutin cerita ini. tapi setelah mendapat sedikit ide dari rekan hamba, langsung aja deh semua ide-ide yang dulunya terpenjara dalam otak lalot hamba keluar semua. Dan dalam chap ini hamba akan sedikit menambahkan sesuatu. Mau tau ? kalau (ya) silahkan di baca aja, tpi kalau (tidak) ya ngak masalah sih.

.

Genre : Drama, Romance
Warning : AU, OOC, Typos, etc.
Jumlah Chapter : --
Pairing : Wira (17 tahun) x Prisil (16 tahun) & Dawan (17 tahun) x Selly (16 tahun)
Summary : Bagaimana jika orang gadis pemalu mendapatkan seorang kekasih yang selama ini di impikannya hanya dengan sebuah hukuman ? apa mungkin ? atau tidak ? Let’s read guys..
.
DON’T LIKE, DON’T READ !
.
.
.
Chapter 2
     “K-kha WIRAA ?” Prisil terkejut melihat pemuda tampan yang satu ini telah berubah bagai seorang zombie dengan lumuran darah yang cukup banyak. Sebenarnya pemuda itu mengalami sebuah kecelakaan yang mengharuskannya lebih memilih menabrak sebuah pohon besar, dari pada seorang kakek buta yang secara tiba-tiba menyebrang jalan.

     Melihat keadaan mobil yang jauh dari kata mulus, Wira menelpon seorang pria parubaya yang bekerja di sebuah bengkel yang telah menjadi langganannya. Kemudian dengan sedikit tenaga yang tersisa, pemuda itu pulang dengan sebuah taksi.

      Dengan cepat Prisil merangkul pemuda safir itu menuju tempat tidur king size milik Wira. Setelah menata posisi tubuh pemuda itu, Prisil dengan segera  menelpon seseorang dari balik telephone genggamnya.

     TUUTT…TUUTT…. “Haloo ?” ucap seseorang dari balik benda hitam mungil milik Prisil. “S-selly, CEPAT K-KEMARII… !” Ujar Prisil terengah-engah. “A-ada apa ?” Langkah Selly berhenti tepat di pintu depan apartement milik Dawan. Dan tentunya sang pemilik dapat sedikit mendengar pembicaraan mengkhawatirkan tersebut.

     “K-ka Wira…” Prisil sedikit memberi jedah pada perkataannya. “K-ka Wira ? A-ada apa dengan K-ka Wira ?” Selly terkejut mendengar nama salah-satu primadona SMA 7 disebut Prisil dengan nada khawatir.

     “A-aku tidak tau. Tapi, aku rasa kau harus kemari.” Gadis berambut ungu itu sedikit menggigit jari telunjuknya karena merasa khawatir melihat keadaan seorang zombie tepat di depannya. “B-baiklah.” Selly segera mengakhiri percakapan mereka. Gadis itu menjelaskan apa yang di dengarnya pada seniornya yang masih bingung dengan situasi. Tak berselang lama, kedua insan itu langsung menuju apartemen pribadi milik Wira.

(Skip)
Rumah sakit Rosalina, Buol. 23:17
      “Apa sebenarnya yang terjadi ?”Tanya Dawan. Mereka bertiga kini berada di sebuah ruang tunggu berukuran cukup besar dengan sebuah kursi panjang berwarna cokelat. “A-aku juga tidak tau. Hiks… hiks.. S-sebelumnya ka Wira menyuruhku untuk menunggu di apartemennya karena ia akan membeli beberapa makanan. Dan pada saat kembali keadaannya sudah seperti itu. Hiks.. hiks..” Prisil merasa menyesal. Hanya karena Wira ingin membelikan makanan untuknya, pemuda itu harus menanggung semua itu.

     Melihat sahabatnya merasa sedikit tertekan dengan sebuah cairan bening yang mengaliri pipi mulus Prisil, Selly mengambil inisiatif dengan mengelus-elus punggung sahabaatnya itu.

     “Baiklah. Kalau begitu kalian pulang saja. Biar aku yang menjaganya malam ini.” Tawar Dawan. “T-tidak, biar aku yang menjaganya. Karena aku dia seperti ini.” Prisil berdiri sembari menghapus cairan bening yang sudah terlanjur menghujani pipi mulusnya.

      “Biarkan aku saja. Kalian pulanglah.” Seolah tak mendengar permintaan gadis bersurai ungu tersebut, Dawan tetap menyuruh ke duanya untuk pulang. “ku mohon ka, biarkan saja  Prisil yang menjaganya. Percayalah padanya.” Selly memelas kasihan pada seniornya itu. Gadis itu juga mengerti kalau Prisil ingin menebus kesalahannya kepada pemuda idamannya yang kini terbaring lemas seakan menantikan seorang penjaga.

     “Haaahhh.. baiklah.” Dawan akhirnya luluh dengan godaan kedua juniornya itu. Pemuda bermata ruby itu sempat berpikir apakah ke dua gadis di hadapannya ini memiliki bakat menggoda, karena setiap kali  mereka memohon pasti pemuda tampan itu selalu kalah.

     Selly dan Dawan akhirnya pergi dengan mengendarai Ferari merah milik pemuda ruby tersebut, sementara Prisil segera masuk ke ruangan di mana Wira terbaring dan mengambil kursi putih yang sengaja di letakkan di sudut ruangan khusus untuk para penjenguk. Prisil duduk di sebelah kiri pemuda safir tersebut, gadis itu sedikit merapikan rambut kebanggaan seniornya sembari menatap wajah Wira dengan senyuman manis. Lama gadis itu terhipnotis dengan pancaran keindahan wajah tampan yang ada di hadapannya, tiba-tiba sebuah suara membuyarkan aktivitas terindah gadis itu.

     “Apa kau akan terus menatapku seperti itu ?” Prisil terkejut karena pemuda yang sedang membuatnya berbunga-bunga ternyata telah sadar dan sengaja menjahili si gadis culun itu.

     “E-ee.. I-itu.. E-eee, M-maaf.” Kali ini Prisil salah tingkah dengan ulahnya sendiri. Gadis itu tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bisa tertunduk malu dengan rona merah seperti kepiting rebus yang sudah menjalar ke seluruh wajah gadis itu. Melihat tingkah lucu dari gadis berambut ungu itu, Wira langsung tertawa pulas karena berhasil mengerjai gadis yang ada di hadapannya ini. “Wuahahahahaha… ” tawa jahil dari Wira akhirnya pecah seketika.

     “Hiks.. hiks” terdengar suara tangisan singkat yang dapat terdengar jelas di ke dua telinga  kekar milik Wira. “hahaha… E-eh ? K-kau menangis ?” Wira memperhatikan wajah prisil, namun wajah gadis itu terhalangi ke dua tangan mungil yang sedang menutupi wajah dari gadis bersurai ungu itu.
     “….”
     “Kalau begitu A-aku minta ma..”
      BRUUUKK. ! “Eh ? hey  apa kau baik-baik saja ?” Wira heran  setengah mati. Pasalnya, gadis  bersurai ungu ini pingsan seketika  setelah ke dua tangannya di genggam pemuda safir berambut kuning itu. Apa penyebabnya ? tentu saja karena rasa gugup yang sudah menggelegar keseluruh tubuhnya. Walaupun gadis ini tengah menangis yang entah merasa bersalah, atau kesal karena di tertawai, namun tetap saja ia akan merasa malu jika tangannya di genggam seperti itu.  Jangankan di sentu, di tatap oleh pemuda yang satu ini saja sudah cukup untuk menimbulkan rona merah dan rasa gugup serta kikuk yang luar biasa hebat. Ya ampun Prisil… Prisil..

     “S-Selly ? namamu Selly kan ?” Dawan memecah kesunyian yang melanda mereka dalam perjalanan pulang. “I-iya ka. A-ada apa. ?” Selly sedikit melirik ke arah pemuda bermata ruby itu. “I-itu.. aku ingin B-bertanya.”
     “Ya, T-tanya tentang apa ka ?” masih  dalam keadaan tertunduk,  namun kali ini gadis itu mulai memainkan ke dua jari telunjuknya. Penasaran ? so pasti. “Kenapa kau begitu mempercayakan Wira pada temanmu itu ?” Selly sedikit kecewa karena apa yang ia bayangkan tentang pertanyaan yang akan pemuda ruby itu katakan ternyata meleset jauh. “aku hanya merasa mereka itu cocok” jawab selly. “cocok. Apa maksudmu ?” Dawan sedikit mengarahkan pandang pada gadis bersurai pink ini. “A-ahh.. T-tidak. Itu Cuma pendapatku saja.” Sebenarnya gadis yang terkenal menduduki posisi ke dua sebagai gadis tukang ‘gosip’ ini ingin mengatakan tentang perasaaan Prisil yang sebenarnya. Namun gadis ini menghargai perasaan sahabatnya itu dan tidak ingin menyampaikannya.

  (Skip)
3 hari kemudian, SMA 7 Buol.
     Bosan. Itulah yang selalu terlintas dalam otak kecil milik pemuda berambut kuning yang satu ini, di mana setelah berada selama dua hari dalam sebuah ruangan berlatarkan warna putih dan memiliki bau yang khas seperti obat, kini saatnya pemuda itu berangkat sekolah tepat di hari senin yang merupakan hari yang sangat di benci Wira karena hari ini penuh dengan pelajaran yang berhubungan dengan rumus.

     Hari ini seluruh siswa kelas 3 IPA telah siap menunggu guru fisika sekaligus wali kelas mereka.
5 menit…
10 menit…
15 menit….
     “Hallo anak-anak. Maaf terlambat” setelah lama menunggu, akhirnya apa yang telah membuat sebagian siswa di ruangan itu bosan telah tiba. Dialah guru sekaligus wali kelas 3 IPA. Badrus,  begitulah ia di kenal di seluruh SMA 7 Buol ini. Pria berambut hitam pendek dengan tatapan yang selalu terlihat sayu ini memang selalu saja terlambat. Para siswa pun tau bahwa hal ini karena pria yang satu ini memiliki hobi membaca komik yang selalu di bacanya sebelum ia mengajar atau ke tempat yang sudah di janjikan sebelumnya.

     Merasa tak ada respon dari seluruh siswa, pria parubaya ini bingung dan berusaha mencari seseorang. “Ketua kelas. Mana ketua kelas ?” Tanya Badrus dengan kedua bola mata yang masih memutar mencari orang yang baru saja di tanyakannya. “ini pak.” Tunjuk seorang pemuda berambut cokelat dengan sedikit gigi taring yang agak menembus lapisan bibir. Pemuda itu bernama Arif. dan kebetulan ia merupakan teman sebangku Wardiki yang merupakan ketua kelas 3 IPA.

     Wardiki merupakan seorang siswa yang memiliki rambut layaknya sebuah nanas karena ujung rambutnya yang sengaja diikatnya. Pemuda ini selalu tidur, baik itu sedang belajar atau             tidak, Wardiki lebih memilih tidur dari pada melakukan aktivitas lain. Bahkan ia memiliki slogan yang berbunyi ‘tidur itu indah’. Pemuda ini juga tidak menyukai hal-hal yang menurutnya ‘merepotkan’. Bahkan semua sahabatnya heran tentang bagaimana ia bisa menjadi ketua kelas. *ilmu gaib kali ya..*
     TAAAKK… ! sebuah spidol mendarat mulus tepat di kepala Wardiki. “H-haddiiirr..” Wardiki yang luar biasa terkejut secara sukarela berteriak yang tentu saja di ikuti gelak tawa dari seluruh siswa. “M-maaf.” Pemuda malas itu akhirnya menyadari situasi. Dengan segera Badrus menatap Wardiki dengan sebuah tatapan yang  penuh arti. “Haaahh.. merepotkan… bersiap, beri salam..” 
     “Selamat Siaaangg pak…”
     “Selamat Siang, anak-anak… baiklah pada siang ini kita kedatangan seorang siswa baru. Silahkan masuk.” Badrus mempersilahkan seorang siswa memasuki ruang kelas, dan murid baru kali ini adalah seorang pemuda yang ‘cukup tampan’. Kenapa ‘cukup tampan’ ? sederhana, karena dari semua siswa yang terlihat biasa-biasa saja setelah melihat pumuda yang satu ini, ternyata Ino yang merupakan ratu gossip di sekolah itu terlihat senang atau mungkin bisa dibilang sedikit mengeluarkan rona merah pada ke dua pipinya. Jatuh cinta pada pandang pertama ? hm.. kita lihat saja nanti.

     “Hallo semua. Perkenalkan nama saya Fadly, umur 17 tahun, hobi saya melukis. mohon kerja sama dari teman-teman sekalian.” Ucap pemuda yang satu ini. Dan jika ada yang menanyakan bagaimana ciri-ciri pemuda ini maka akan saya jelaskan : pemuda ini berambut hitam, memiliki mata hitam, kulit putih pucat, dan hal yang paling menonjol dari pemuda ini selalu memamerkan senyum palsunya. Entah itu dalam kondisi apapun pemuda ini akan selalu tersenyum. Dan jangan lupa sebuah buku yang selalu di bawanya kemana-mana yang berjudul ‘Cara menjadi baik dengan tersenyum’.

     “Baiklah. Sekarang kau boleh duduk di…..” Badrus memutar antena matanya untuk mencari sebuah kursi kosong.  “Oh  ya, di sebelah Wira.” Pria parubaya itu dengan cepat menunjuk sebuah kursi kosong yang tepat berada di sebelah Wira. Fadly segera berjalan menuju kursi yang telah di  tentukan.

      “Namamu Fadly kan ?”entah memang otaknya yang  sedang bermasalah atau tidak, dengan polosnya pemuda berambut kuning  ini menanyakan nama dari pemuda itu yang jelas-jelas telah di perkenalkan sebelumnya. Dan satu kata yang terlintas di otak  kecil Fadly setelah mendapat pertanyaan konyol tersebut yaitu : ‘BODOH’ namun reaksi otak dan bibir pemuda ini sedikit berbeda karena ia segera mempertunjukan senyum palsunya. “Namaku Wira. Wirasetya.” Wira menjulurkan tangannya dan segera di balas oleh pemuda yang bersangkutan.

     KRIIIINGGG… bel istirahat telah berdentang, para siswa yang tadinya terlihat sayu, lesuh, dan bahkan  ada yang sedang tertidur pulas, kini berhamburan keluar kelas dan menuju sebuah ruagan  berukuran cukup besar yang bertuliskan ‘Kantin sekolah’. Seperti biasa, kegembiraan yang sedikit berlebihan ini di picu oleh perut  mereka yang telah  bernyanyi dari beberapa waktu yang lalu.

     “Eee.. Permisi, apa aku boleh bergabung bersama kalian ?” Tanya seorang pemuda yang terkenal dengan senyum palsunya itu. “Eh ? oh kau rupanya.” Pemuda berambut kuning yang sebelumnya terlihat berjalan sejejer dengan sahabat karibnya itu berhenti dan mengikuti sumber suara. “Dawan, bagaimana menurutmu ?” Wira segera menanyakan pendapat dari pemuda ruby yang terlihat hanya diam dengan  tatapan ‘dinginnya’. “Hn” Dawan mengangguk seakan berkata ‘terserah kau saja’. Wira yang mengerti dengan jawaban Dawan memberi akses agar pemuda seribu senyuman itu mensejajarkan langkah kakinya dengan ke dua sahabat  yang baru saja ia  dapatkan.

     “Pengumuman kepada seluruh siswa SMA 7 Buol…” Suara lantang Swandi selaku  kepala sekolah melalui toa (pengeras suara) seketika mengguncang seluruh kawasan sekolah bagai gempa  berkekuatan tinggi, bahkan Wardiki yang sedang menikmati tidur siangnya  bangun karena frekuensi suara yang terlanjur menggema.

     “Untuk merayakan ulang tahun sekolah, seluruh siswa ilmu alam (IPA) akan melakukan obserfasi terhadap flora dan fauna langka yang ada di daerah ‘Brasta’. dan untuk para siswa ilmu social (IPS) akan menugnjungi museum Juken. Dan untuk informasi mengenai jadwal serta peralatan yang harus di bawa segera mengunjungi kantor sekolah. ” lanjut Swandi melengkapi kalimatnya.

     Brasta merupakan sebuah lokasi berukuran luas dengan hutan hijau yang terkenal dengan keanekaragaman hayati, dan alasan utama dewan guru memilih daerah itu untuk para siswa ilmu alam, karena tepat di pinggir hutan tersebut terdapat sebuah vila pribadi milik orang tua Wira. Selain itu, museum Juken merupakan museum terbesar yang ada di Buol. Museum itu banyak menampilkan berbagai budaya serta sejarah dari Buol itu sendiri. Dan salah satu penyumbang dana terbesar dalam pembangunan museum tersebut tidak lain merupakan orang tua Dawan.

(Ruang kelas 2 IPA)
     “Brasta ? oh iya, kalau aku tidak salah di dekat daerah itu ada villa pribadi milik ka Wira.” Ucap Gisell. Jangan lupa, gadis bersurai pirang ini di kenal merupakan ratu ‘gosip. Jadi jangan heran jika gadis yang satu ini selalu Up to Date setiap harinya.

     “K-ka Wira ?” muncul sebuah rona merah di kedua pipi Prisil. (Ka Wira pasti ikut) kallimat itulah yang seketika menembus atmosfir otak Prisil ketika mendengar nama pemuda bersurai kuning tersebut. “HEYY… ! pasti sedang mikirin ka Wira kan ?” Selly menepuk punggung Prisil dengan sebuah tatapan nakal. “A-a.. Ti-tidak..” jawab Prisil gagap. Jelas terlihat bahwa gadis yang satu ini sedang mengalami suatu keadaan yang di sebut ‘salting’.

     “Hahahahaha.. jangan bohong.” Gisell tertawa kecil sembari mencubit pipi mungil Prisil dengan sedikit meninggalkan warna merah. Sementara sang empunya hanya diam mematung.

     KRIIINGG… bel sekolah yang telah di tunggu oleh seluruh siswa akhirnya berbunyi. Sebuah bel yang seakan berkata ‘merdeka’ pada seluruh penghuni SMA 7 ini. Dan seperti biasa, para siswa langsung berhamburan layaknya sekumpulan semut yang telah kehilangan tempat tinggal.

(Wira’s Apartement)
     Dalam sebuah ruangan putih dengan tambahan beberapa sofa kuning dengan sebuah meja kayu serta beberapa tambahan bunga di setiap sudut ruangan terlihat sseorang pemuda bersurai kuning dan seorang gadis bersurai ungu duduk diam. Setelah bel sekolah berbunyi, dengan sigap pemuda bersurai kuning ini langsung menjemput seorang gadis yang terlihat hanya tertunduk diam di depan gerbang SMA 7 Buol. Ini bukan tanpa alasan, karena pemuda ini sadar bahwa masa hukuman gadis yang satu ini belum berakhir. Dan setelah sampai di sebuah apartement yang terbilang cukup mewah, ke dua insan itu segera merebahkan punggung mereka di sebuah sofa panjang dan diam dalam bisu selama 10 menit. Alasannya ? ya tentu saja malu.

      “K-ka ?” Prisil akhirnya memecah kesunyian dengan sedikit menunduk dan mengepalkan ke dua tangannya. “Y-ya ? A-ada apa ?” Wira yang diam dengan tatapan kosong langsung berlagak gugup. Hmm… mungkin sudah tertular virus gugup Prisil.  “A-aku ingin bertanya.” Masih dalam kondisi yang sama, Prisil memberanikan diri berbicara pada pemuda bersurai kuning yang sedari tadi menatapnya. Mungkin penasaran dengan apa yang akan di tanyakan gadis pemalu itu. “ya, silahkan”.
     “I-itu… A-apa  ka Wira…..”
.
.
.
Bersambung….
.
.
.

 Yossh… selesai  juga… Bagaimana ? tambah jelek ya ? hehehe… hamba minta maaf deh.. hamba kan masih seorang pemula. Hmm… oh ya, untuk chap ini hamba cukupkan sampai di situ aja ya… soalnya otak hamba udah keluar asap nih karena dalam waktu yang sama hamba juga sedang ngebuat cerita yang lain. Jadi buat para readers yang masih penasaran dengan kelanjutannya, hamba mohon sabar ya. Hamba janji kok akan update secepatnya.
.


See you in the next chap ya…JJJJJJJ

No comments:

Post a Comment