|
Note :
1. Semua cerita yang hamba
buat ini 100% berasal dari otak hamba dan bukan hasil copyan dari cerita lain
2. Dilarang keras meng-copy/re-copy semua cerita hamba.
Hukuman Terindah by Wirasetya Rade & Trisudawan
Ohaiyo Gozaimasu,
minna-san… Kodoyo habar ?? JJ
Hm.. oh ya, hamba update chap 4 nih.
Moga para readers nga bosan ame cerita hamba ya. Maaf ya kalau chap sebelumnya
agak rada kurang jelas, tapi hamba akan berusaha semaksimal mungkin agar lebih
menarik lagi. Dan untuk chap ini hamba akan menunjukan keseruan mereka di
sebuah tempat bernama Brasta.
.
Genre : Drama, Romance
Warning : AU, OOC,
Typos, etc.
Jumlah Chapter : --
Pairing : Wira (17
tahun) x Prisil (16 tahun) & Dawan (17 tahun) x Selly (16 tahun)
Summary : Bagaimana
jika orang gadis pemalu mendapatkan seorang kekasih yang selama ini di
impikannya hanya dengan sebuah hukuman ? apa mungkin ? atau tidak ? Let’s read
guys..
.
DON’T LIKE, DON’T READ !
.
.
.
Chapter 4
Sebelum masuk kedalam kendaraan pribadi milik pemuda bersurai
kuning yang satu ini, ia sedikit teringat satu hal yang menurutnya dapat cukup
menghiburnya selama perjalanan.
“Prisil…..” mendengar sebuah
suara yang masuk merasuki kedua telinganya, Prisil yang akan segera
melangkahkan kaki mungilnya kedalam bis orange tersebut berhenti. Prisil segera
menghampiri pemuda itu dengan malu-malu. “naiklah bersamaku.” Tawar Wira dengan
sebuah senyuman yang terpancar dari wajah berbinarnya itu. “P-pergi bersama ?”
gumam Prisil pelan. Namun tetap saja, hati kecil gadis bersurai ungu tersebut
bahagia tingkat lanjut. Mimpi-mimpi yang selama ini di nantikannya mulai
berdatangan bagai tamu undangan sebuah acara.
“Ya. I-itu karena A-aku Cuma merasa
kesepian saja jika harus pergi sendiri.” jawab Wira gugup. Pemuda itu sedikit
mengaruk belakang kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal. Walaupun pemuda
itu sudah berusaha memikirkan apa alasannya, namun tetap saja ia selalu merasa
nyaman berada dekat dengan gadis bersurai ungu yang satu ini. “B-baiklah”
Sementara
itu….
“Selly…” Selly yang sedang memandangi sahabatnya Prisil yang
sedang dipanggil oleh seorang pemuda bersurai kuning dari kejauhan itu, juga
mendengar teriakan yang sama seperti Prisil namun kali ini dengan nama gadis
bersurai pink itu. Selly segera memutar antenna matanya sekedar mencari arah
sumber suara. Setelah menemukan orang yang sudah meneriaki namanya, terlihat
jelas seorang pemuda bersurai hitam yang sedang melambaikan tangan kearahnya.
“A-ada apa
Ka ?” Tanya Selly bingung. “Aku memanggilmu kemari sama halnya dengan Wira yang
memanggil Prisil kearahnya.” Ujar Dawan dengan sedikit menggaruk pipi kirinya.
“M-maksudya.. naik bersama ?” sesumbrat merah secara spontan muncul di kedua
sisi pipi gadis itu. Sementara Dawan hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan
gadis bersurai pink tersebut. Alasannya ? mungkin hampir sama dengan apa yang
dirasakan Wira saat ini. Nyaman. “B-baiklah aku mau.”
Skip
Wira’s
Vila, Brasta. 20:00
“Whoooooaaw……”
“Kereeeeennnnn…”
“Besar
sekaliii….”
Beberapa
siswa terlihat kagum dengan vila pribadi milik Wira. Vila besar dengan design
classic ini merupakan sebuah hunian sempurna dengan keindahan hutan yang
mengelilinginya. Para siswa yang tadi hanya terlihat kagum dengan mulut terbuka
lebar kini berhamburan masuk kedalam vila tersebut setelah mendapat persetujuan
dari sang pemilik.
“Bergabunglah
dengan para siswi lainnya. Aku dan Dawan ingin pergi kesuatu tempat.” Ujar Wira
pada Prisil dan Selly setelah mereka sampai di sebuah ruangan yang dapat di
sebut ruang tamu. “B-baiklah” ucap
keduanya bersamaan. Kedua pemuda itu menuju suatu tempat pada bagian atas vila
besar itu. Sebuah tempat yang selalu menjadi tempat mereka menghabiskan waktu
bersama sejak kecil. Sebuah tempat yang hampir sama seperti atap sekolah yang
selalu mereka kunjungi. Di tempat itu juga terdapat sebuah tempat duduk
berukuran jumbo dengan hamparan langit terbuka dan beberapa cahaya bintang yang
berkelap-kelip. Sejak kecil, Dawan selalu berkunjung ke vila pribadi milik
orang tua Wira ini.
“Sudah lama
aku tidak kemari. Aku juga hampir lupa dengan bentuk vila ini.” Gumam Dawan
merebahkan tubuhnya di susul Wira di sebuah tempat berbahan dasar bambu
tersebut. “Hehehe. Ya seperti itulah.” Mereka terdiam sejenak dalam hembusan
angin malam. Sebuah suasana yang seakan memutar kembali memori masa kecil
mereka.
“Entah
kenapa, aku mulai menyukai gadis berambut ungu itu.” Wira memecah keheningan
dengan pokok masalah yang selama ini selalu terlintas dalam pikirannya. “Ya,
kurasa aku juga seperti itu.” Balas Dawan sembari menatap beberapa taburan
bintang malam dengan sebuah senyuman. Mereka lalu saling menatap satu sama lain
yang diakhiri dengan sebuah tawa canda yang seketika meledak dari mulut mereka.
Skip
Matahari
kembali menerpa belahan bumi. Wira membuka matanya dengan malas karena efek
dari sinar matahari yang menembus kaca kamarnya. Pemuda itu bangun, ia melirik
ke kiri dan hanya mendapati sahabatnya Dawan yang masih tertidur pulas.
Keduanya tidur di sebuah kamar khusus berukuran besar dengan design warna biru.
Sementara para siswa lainnya tidur di beberapa kamar yang di bagi menjadi 3
orang perkamar.
Kamar khusus ini terletak di ujung lorong,
terlihat juga beberapa kamar siswa lainnya berjejeran dengan saling berhadapan
satu kamar dengan kamar lainnya. Kamar
khusus yang sedang ditempati Wira dan Dawan ini di penuhi berbagai foto mereka
berdua sewaktu kecil. Beberapa foto yang terlihat jelas menempel hampir pada
semua diding kamar itu. Mulai dari mereka pada saat mengenakan seragam SD,
pakaian kebun, baju renang, dan lain-lain.
Pemuda itu
berjalan dengan sangat hati-hati keluar kamar. Ia takut kalau-kalau llangkahnya
nanti dapat membangunkan sahabatnya itu. Wira berjalan menuruni beberapa anak
tangga. Belum sampai Wira menuruni semua anak tangga, pemuda bersurai kuning
itu terkejut karena mendapati Prisil
berada dihadapannya.
“Hm ?” Wira
melihat Prisil dengan sedikit memiringkan kepalanya. “S-selamat pagi ka.” Sapa
Prisil meletakkan kedua tangannya di dada. Mungkin gugup. “Selamat pagi.” Jawab
Wira namun masih dalam keadaan setengah bingung melihat gadis itu yang masih
saja tertunduk dengan tangan yang berada pada dadanya.
“E-ee…
I-ituu.. kata pak Badrus kita harus cepat, karena sebentar lagi kita akan
segera menuju hutan Brasta.” Kata Prisil namun kali ini sedikit melirik Wira.
“Oh, baiklah. Kalau begitu aku akan membangunkan Dawan terlebih dahulu. Kau
pergilah deluan.”
08:45,
terlihat semua siswa telah berkumpul dihalaman depan vila super besar tersebut.
Namun, diantara para siswa yang terlihat sangat bersemangat itu, ada seorang
siswa yang terlihat masih mengucek-ngucek matanya sembari beberapa kali menguap
karena mengantuk. Yap tidak salah lagi pemuda itu adalah Wardiki. Pada awalnya
pemuda itu tidak mau dibangunkan sama sekali. Sampai akhirnya Sesi yang
merupakan pacar pemuda malas itu mengambil seember penuh yang berisi air dan
langsung dituangkannya diatas kepala Wardiki.
Bahkan
sampai mereka kumpul di halaman depan ini pun pemuda yang satu itu masih saja
mengoceh hal-hal yang tak jelas. Mulai dari ‘merepotkan, menyusahkan, mengganggu
tidur orang lain,’ dan masih banyak lagi. Hm.. baiklah kita tinggalkan dulu
pemuda malas itu…
Setelah
menempuh perjalanan kurang lebih selama 3 menit, akhirnya mereka sampai di
hutan Brasta yang mmm… bisa membuat siapa saja terkagum-kamum. Mulai dari
pemandangannya yang hijau, keaslian hutan itu, sampai hembusan udara segar yang
bisa memanjakan hidung siapapun yang menghirupnya.
Masing-masing
dari mereka diberikan waktu 2 jam untuk berkeliling hutan tersebut. Terserah
mereka mau bepergian kemana, mereka juga tidak perlu khawatir, karena dalam
hutan tersebut banyak papan-papan petunjuk jalan yang di gantung pada batang
pohon, dan juga sebuah peta yang diberikan pada tiap siswa. Setelah waktu habis
mereka harus berkumpul kembali ke suatu tempat dalam hutan tersebut yang diberi
nama (tempat istirahat).
Segera
setelah mendapat aba-aba berpencar dari guru pembimbing mereka, Wira tanpa ragu
langsung menarik tangan Prisil pergi kesuatu tempat, begitu juga Dawan yang
ingin menunjukan sebuah tempat indah dalam hutan tersebut.
Dawan dan
Selly segera menuju sebuah danau dengan rumah kecil diujung danau tersebut.
Danau indah itu terletak disebelah selatan hutan Brasta. Mereka menuju rumah
kecil tersebut, mereka langsung duduk disebuah kursi dengan sajian hamparan
danau nan-indah… terasa beberapa hembusan angin menerpa seluruh tubuh mereka
diikuti suasana danau yang tenang dan sunyi seakan menambah kesan nyaman tempat
itu.
“Woahhh..
indah sekali.” Selly kagum melihat sebuah surga kecil dihadapan mereka. “ya ini
memang indah. Oh ya, menurut kepercayaan masyarakat, jika kita melempar batu
ketengah danau itu, nanti harapan kita akan terwujud” jelas Dawan dengan
sesumbrat merah yang muncul dikedua pipi pemuda itu. “Wah.. boleh aku
mencobanya ?” pinta Selly mengambil sebuah batu kecil yang entah didapatnya
dari mana. “ya silahkan saja”
Selly
melempar batu kecil itu dan langsung menutup matanya memohon sesuatu dalam
hatinya. “Baiklah. Sekarang giliranku.” Dawan juga mengambil sebuah batu kecil.
“Tapi aku akan langsung mengatakan apa yang aku inginkan padamu saat ini.”
Dawan mengambil nafas panjang sebelum mengatakan apa yang ia inginkan. “Aku
mencintaimu. Aku berharap kau mau menjadi pacarku.”
DEG… Selly
terkejut. Gadis itu kaget dengan permintaan Dawan yang satu ini. sesumbrat
merah muncul dikedua pipi mungil gadis itu. Semua mimpi, dan harapannya selama
ini menjadi kenyataan. Inilah yang selama ini diinginkan gadis bersurai pink
itu. “Aku…. Aku…..” jawab Selly menatap mata ruby milik Dawan. Gadis itu
kemudian tersenyum dan langsung memeluk Dawan dengan sangat erat. “Aku juga
mencintaimu.”
Sementara
itu….
“K-kita akan
kemana Ka ?” Prisil terkejut karena tiba-tiba tangannya langsung ditarik begitu
saja oleh pemuda bersurai kuning itu. Dan tentu saja, hati gadis itu tidak bisa
berbohong kalau hal ini sangat menyenagkan baginya. Bisa berjalan bersama
dengan pemuda impiannya ditemani beberapa kicauan dari burung-burung yang sibuk
dengan aktivitas mereka.
Setelah
beberapa menit, Wira dan Prisil tiba di sebuah bukit kecil yang terletak di
bagian utara hutan tersebut. Sebuah bukit yang sangat indah, diatas bukit
tersebut terdapat sebuah pohon besar dengan sebuah kursi panjang melintang
dengan pemandangan seluruh kota Buol yang terlihat sangat kecil dan indah dari
atas bukit tersebut.
Tanpa tunggu
lama, mereka segera duduk dibawah pohon rindang tersebut. Tidak lupa pula
sesekali hembusan angin yang menerpa wajah mereka. “Bagaimana menurutmu ?”
Tanya Wira tersenyum manis. “Indah sekali” jawab Prisil menutup mata sembari
merasakan kesejukan suasana ditempat itu.
“Kurasa
tidak.”
“EH ? kenapa
tidak ?” Prisil bingung, karena bagaimana pemuda itu tidak merasa nyaman dengan
pemandangan indah seperti ini. “Ya, pemandangan disini akan terasa indah jika
kau mau menjadi pacarku.” Jawab Wira tersenyum manis sembari melirik kearah
gadis itu, namun beberapa detik kemudian pemuda itu kembali menatap hamparan
kota buol dan kembali memejamkan matanya.
“HAAAH ?
A-apa K-kau serius ?” jantung Prisil serasa ingin copot setelah mendengar
kalimat tadi. Inilah mimpi serta harapan terbesar gadis itu. Prisil tidak
menyangka bahwa Wira akan mengatakan hal indah tersebut. Inilah jawaban Tuhan
atas do’a-do’anya selama ini. “Hiks…. Hiks….” Wira kaget mendengar sebuah
isakan melewati telinganya. “K-kenapa kau menangis ?”
“……” Prisil
hanya diam sembari menggelengkan kepalanya. Dengan hati gembira gadis itu
langsung memeluk Wira. “A-aku tidak bisa… Hiks… hiks…” Prisil semakin
mempererat pelukannya. “Tidak bisa ?” Tanya Wira sembari membalas pelukan gadis
itu. “Ya. Aku tidak bisa…. AKU TIDAK BISA MENOLAKMU. Ini adalah tangisan haru….
Aku sangat mencintaimu”
“Ya. Aku
juga mencintaimu.”
The end
Hukuman terindah by Wirasetya Rade
Yosh….
Akhirnya tamat juga deh cerita yang satu ini. tapi hamba berencana membuat
versi ke 2 sih.. soalnya hamba merasa masih belum puas. Jadi tunggu saja ya….
Good bye….
No comments:
Post a Comment