Friday, 21 August 2015

Cerita cinta : Hukuman Terindah Chapter 4



Hukuman Terindah
 
                                                                                                                    

            Note :
 1. Semua cerita yang hamba buat ini 100% berasal dari otak hamba dan bukan hasil copyan dari cerita lain
2. Dilarang keras meng-copy/re-copy semua cerita hamba.



Hukuman Terindah by Wirasetya Rade & Trisudawan




Ohaiyo Gozaimasu, minna-san… Kodoyo habar ?? JJ
               Hm.. oh ya, hamba update chap 4 nih. Moga para readers nga bosan ame cerita hamba ya. Maaf ya kalau chap sebelumnya agak rada kurang jelas, tapi hamba akan berusaha semaksimal mungkin agar lebih menarik lagi. Dan untuk chap ini hamba akan menunjukan keseruan mereka di sebuah tempat bernama Brasta.
.

Genre : Drama, Romance
Warning : AU, OOC, Typos, etc.
Jumlah Chapter : --
Pairing : Wira (17 tahun) x Prisil (16 tahun) & Dawan (17 tahun) x Selly (16 tahun)
Summary : Bagaimana jika orang gadis pemalu mendapatkan seorang kekasih yang selama ini di impikannya hanya dengan sebuah hukuman ? apa mungkin ? atau tidak ? Let’s read guys..
.
DON’T LIKE, DON’T READ !
.
.
.
Chapter 4



Sebelum masuk kedalam kendaraan pribadi milik pemuda bersurai kuning yang satu ini, ia sedikit teringat satu hal yang menurutnya dapat cukup menghiburnya selama perjalanan.

               “Prisil…..” mendengar sebuah suara yang masuk merasuki kedua telinganya, Prisil yang akan segera melangkahkan kaki mungilnya kedalam bis orange tersebut berhenti. Prisil segera menghampiri pemuda itu dengan malu-malu. “naiklah bersamaku.” Tawar Wira dengan sebuah senyuman yang terpancar dari wajah berbinarnya itu. “P-pergi bersama ?” gumam Prisil pelan. Namun tetap saja, hati kecil gadis bersurai ungu tersebut bahagia tingkat lanjut. Mimpi-mimpi yang selama ini di nantikannya mulai berdatangan bagai tamu undangan sebuah acara.

            “Ya. I-itu karena A-aku Cuma merasa kesepian saja jika harus pergi sendiri.” jawab Wira gugup. Pemuda itu sedikit mengaruk belakang kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal. Walaupun pemuda itu sudah berusaha memikirkan apa alasannya, namun tetap saja ia selalu merasa nyaman berada dekat dengan gadis bersurai ungu yang satu ini. “B-baiklah”



Sementara itu….



“Selly…” Selly yang sedang memandangi sahabatnya Prisil yang sedang dipanggil oleh seorang pemuda bersurai kuning dari kejauhan itu, juga mendengar teriakan yang sama seperti Prisil namun kali ini dengan nama gadis bersurai pink itu. Selly segera memutar antenna matanya sekedar mencari arah sumber suara. Setelah menemukan orang yang sudah meneriaki namanya, terlihat jelas seorang pemuda bersurai hitam yang sedang melambaikan tangan kearahnya.



                “A-ada apa Ka ?” Tanya Selly bingung. “Aku memanggilmu kemari sama halnya dengan Wira yang memanggil Prisil kearahnya.” Ujar Dawan dengan sedikit menggaruk pipi kirinya. “M-maksudya.. naik bersama ?” sesumbrat merah secara spontan muncul di kedua sisi pipi gadis itu. Sementara Dawan hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan gadis bersurai pink tersebut. Alasannya ? mungkin hampir sama dengan apa yang dirasakan Wira saat ini. Nyaman. “B-baiklah aku mau.”



Skip
Wira’s Vila, Brasta. 20:00
            “Whoooooaaw……”
            “Kereeeeennnnn…”
            “Besar sekaliii….”
            Beberapa siswa terlihat kagum dengan vila pribadi milik Wira. Vila besar dengan design classic ini merupakan sebuah hunian sempurna dengan keindahan hutan yang mengelilinginya. Para siswa yang tadi hanya terlihat kagum dengan mulut terbuka lebar kini berhamburan masuk kedalam vila tersebut setelah mendapat persetujuan dari sang pemilik.



            “Bergabunglah dengan para siswi lainnya. Aku dan Dawan ingin pergi kesuatu tempat.” Ujar Wira pada Prisil dan Selly setelah mereka sampai di sebuah ruangan yang dapat di sebut ruang tamu.  “B-baiklah” ucap keduanya bersamaan. Kedua pemuda itu menuju suatu tempat pada bagian atas vila besar itu. Sebuah tempat yang selalu menjadi tempat mereka menghabiskan waktu bersama sejak kecil. Sebuah tempat yang hampir sama seperti atap sekolah yang selalu mereka kunjungi. Di tempat itu juga terdapat sebuah tempat duduk berukuran jumbo dengan hamparan langit terbuka dan beberapa cahaya bintang yang berkelap-kelip. Sejak kecil, Dawan selalu berkunjung ke vila pribadi milik orang tua Wira ini.



            “Sudah lama aku tidak kemari. Aku juga hampir lupa dengan bentuk vila ini.” Gumam Dawan merebahkan tubuhnya di susul Wira di sebuah tempat berbahan dasar bambu tersebut. “Hehehe. Ya seperti itulah.” Mereka terdiam sejenak dalam hembusan angin malam. Sebuah suasana yang seakan memutar kembali memori masa kecil mereka.



            “Entah kenapa, aku mulai menyukai gadis berambut ungu itu.” Wira memecah keheningan dengan pokok masalah yang selama ini selalu terlintas dalam pikirannya. “Ya, kurasa aku juga seperti itu.” Balas Dawan sembari menatap beberapa taburan bintang malam dengan sebuah senyuman. Mereka lalu saling menatap satu sama lain yang diakhiri dengan sebuah tawa canda yang seketika meledak dari mulut mereka.



Skip
            Matahari kembali menerpa belahan bumi. Wira membuka matanya dengan malas karena efek dari sinar matahari yang menembus kaca kamarnya. Pemuda itu bangun, ia melirik ke kiri dan hanya mendapati sahabatnya Dawan yang masih tertidur pulas. Keduanya tidur di sebuah kamar khusus berukuran besar dengan design warna biru. Sementara para siswa lainnya tidur di beberapa kamar yang di bagi menjadi 3 orang perkamar.



 Kamar khusus ini terletak di ujung lorong, terlihat juga beberapa kamar siswa lainnya berjejeran dengan saling berhadapan satu kamar dengan kamar lainnya.  Kamar khusus yang sedang ditempati Wira dan Dawan ini di penuhi berbagai foto mereka berdua sewaktu kecil. Beberapa foto yang terlihat jelas menempel hampir pada semua diding kamar itu. Mulai dari mereka pada saat mengenakan seragam SD, pakaian kebun, baju renang, dan lain-lain.



            Pemuda itu berjalan dengan sangat hati-hati keluar kamar. Ia takut kalau-kalau llangkahnya nanti dapat membangunkan sahabatnya itu. Wira berjalan menuruni beberapa anak tangga. Belum sampai Wira menuruni semua anak tangga, pemuda bersurai kuning itu terkejut karena mendapati Prisil  berada dihadapannya.

           

            “Hm ?” Wira melihat Prisil dengan sedikit memiringkan kepalanya. “S-selamat pagi ka.” Sapa Prisil meletakkan kedua tangannya di dada. Mungkin gugup. “Selamat pagi.” Jawab Wira namun masih dalam keadaan setengah bingung melihat gadis itu yang masih saja tertunduk dengan tangan yang berada pada dadanya.



            “E-ee… I-ituu.. kata pak Badrus kita harus cepat, karena sebentar lagi kita akan segera menuju hutan Brasta.” Kata Prisil namun kali ini sedikit melirik Wira. “Oh, baiklah. Kalau begitu aku akan membangunkan Dawan terlebih dahulu. Kau pergilah deluan.”



            08:45, terlihat semua siswa telah berkumpul dihalaman depan vila super besar tersebut. Namun, diantara para siswa yang terlihat sangat bersemangat itu, ada seorang siswa yang terlihat masih mengucek-ngucek matanya sembari beberapa kali menguap karena mengantuk. Yap tidak salah lagi pemuda itu adalah Wardiki. Pada awalnya pemuda itu tidak mau dibangunkan sama sekali. Sampai akhirnya Sesi yang merupakan pacar pemuda malas itu mengambil seember penuh yang berisi air dan langsung dituangkannya diatas kepala Wardiki.



            Bahkan sampai mereka kumpul di halaman depan ini pun pemuda yang satu itu masih saja mengoceh hal-hal yang tak jelas. Mulai dari ‘merepotkan, menyusahkan, mengganggu tidur orang lain,’ dan masih banyak lagi. Hm.. baiklah kita tinggalkan dulu pemuda malas itu…



            Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 3 menit, akhirnya mereka sampai di hutan Brasta yang mmm… bisa membuat siapa saja terkagum-kamum. Mulai dari pemandangannya yang hijau, keaslian hutan itu, sampai hembusan udara segar yang bisa memanjakan hidung siapapun yang menghirupnya.



            Masing-masing dari mereka diberikan waktu 2 jam untuk berkeliling hutan tersebut. Terserah mereka mau bepergian kemana, mereka juga tidak perlu khawatir, karena dalam hutan tersebut banyak papan-papan petunjuk jalan yang di gantung pada batang pohon, dan juga sebuah peta yang diberikan pada tiap siswa. Setelah waktu habis mereka harus berkumpul kembali ke suatu tempat dalam hutan tersebut yang diberi nama (tempat istirahat).



            Segera setelah mendapat aba-aba berpencar dari guru pembimbing mereka, Wira tanpa ragu langsung menarik tangan Prisil pergi kesuatu tempat, begitu juga Dawan yang ingin menunjukan sebuah tempat indah dalam hutan tersebut.



            Dawan dan Selly segera menuju sebuah danau dengan rumah kecil diujung danau tersebut. Danau indah itu terletak disebelah selatan hutan Brasta. Mereka menuju rumah kecil tersebut, mereka langsung duduk disebuah kursi dengan sajian hamparan danau nan-indah… terasa beberapa hembusan angin menerpa seluruh tubuh mereka diikuti suasana danau yang tenang dan sunyi seakan menambah kesan nyaman tempat itu.



            “Woahhh.. indah sekali.” Selly kagum melihat sebuah surga kecil dihadapan mereka. “ya ini memang indah. Oh ya, menurut kepercayaan masyarakat, jika kita melempar batu ketengah danau itu, nanti harapan kita akan terwujud” jelas Dawan dengan sesumbrat merah yang muncul dikedua pipi pemuda itu. “Wah.. boleh aku mencobanya ?” pinta Selly mengambil sebuah batu kecil yang entah didapatnya dari mana. “ya silahkan saja”



            Selly melempar batu kecil itu dan langsung menutup matanya memohon sesuatu dalam hatinya. “Baiklah. Sekarang giliranku.” Dawan juga mengambil sebuah batu kecil. “Tapi aku akan langsung mengatakan apa yang aku inginkan padamu saat ini.” Dawan mengambil nafas panjang sebelum mengatakan apa yang ia inginkan. “Aku mencintaimu. Aku berharap kau mau menjadi pacarku.”



            DEG… Selly terkejut. Gadis itu kaget dengan permintaan Dawan yang satu ini. sesumbrat merah muncul dikedua pipi mungil gadis itu. Semua mimpi, dan harapannya selama ini menjadi kenyataan. Inilah yang selama ini diinginkan gadis bersurai pink itu. “Aku…. Aku…..” jawab Selly menatap mata ruby milik Dawan. Gadis itu kemudian tersenyum dan langsung memeluk Dawan dengan sangat erat. “Aku juga mencintaimu.”



Sementara itu….



            “K-kita akan kemana Ka ?” Prisil terkejut karena tiba-tiba tangannya langsung ditarik begitu saja oleh pemuda bersurai kuning itu. Dan tentu saja, hati gadis itu tidak bisa berbohong kalau hal ini sangat menyenagkan baginya. Bisa berjalan bersama dengan pemuda impiannya ditemani beberapa kicauan dari burung-burung yang sibuk dengan aktivitas mereka.



            Setelah beberapa menit, Wira dan Prisil tiba di sebuah bukit kecil yang terletak di bagian utara hutan tersebut. Sebuah bukit yang sangat indah, diatas bukit tersebut terdapat sebuah pohon besar dengan sebuah kursi panjang melintang dengan pemandangan seluruh kota Buol yang terlihat sangat kecil dan indah dari atas bukit tersebut.



            Tanpa tunggu lama, mereka segera duduk dibawah pohon rindang tersebut. Tidak lupa pula sesekali hembusan angin yang menerpa wajah mereka. “Bagaimana menurutmu ?” Tanya Wira tersenyum manis. “Indah sekali” jawab Prisil menutup mata sembari merasakan kesejukan suasana ditempat itu.



            “Kurasa tidak.”
            “EH ? kenapa tidak ?” Prisil bingung, karena bagaimana pemuda itu tidak merasa nyaman dengan pemandangan indah seperti ini. “Ya, pemandangan disini akan terasa indah jika kau mau menjadi pacarku.” Jawab Wira tersenyum manis sembari melirik kearah gadis itu, namun beberapa detik kemudian pemuda itu kembali menatap hamparan kota buol dan kembali memejamkan matanya.



            “HAAAH ? A-apa K-kau serius ?” jantung Prisil serasa ingin copot setelah mendengar kalimat tadi. Inilah mimpi serta harapan terbesar gadis itu. Prisil tidak menyangka bahwa Wira akan mengatakan hal indah tersebut. Inilah jawaban Tuhan atas do’a-do’anya selama ini. “Hiks…. Hiks….” Wira kaget mendengar sebuah isakan melewati telinganya. “K-kenapa kau menangis ?”
            “……” Prisil hanya diam sembari menggelengkan kepalanya. Dengan hati gembira gadis itu langsung memeluk Wira. “A-aku tidak bisa… Hiks… hiks…” Prisil semakin mempererat pelukannya. “Tidak bisa ?” Tanya Wira sembari membalas pelukan gadis itu. “Ya. Aku tidak bisa…. AKU TIDAK BISA MENOLAKMU. Ini adalah tangisan haru…. Aku sangat mencintaimu”

            “Ya. Aku juga mencintaimu.”



The end
Hukuman terindah by Wirasetya Rade



Yosh…. Akhirnya tamat juga deh cerita yang satu ini. tapi hamba berencana membuat versi ke 2 sih.. soalnya hamba merasa masih belum puas. Jadi tunggu saja ya….

            Good bye….

No comments:

Post a Comment