Hukuman Terindah
|
Note :
1. Semua cerita yang hamba
buat ini 100% berasal dari otak hamba dan bukan hasil copyan dari cerita lain
2. Dilarang keras meng-copy/re-copy semua cerita hamba.
Hukuman Terindah by Wirasetya Rade & Trisudawan
Ohaiyo Gozaimasu,
minna-san… Kodoyo habar ?? JJ
Hm.. oh ya, hamba update chap 3 nih.
Moga para readers nga bosan ame cerita hamba ya. Maaf ya kalau chap sebelumnya
agak rada kurang jelas, tapi hamba akan berusaha semaksimal mungkin agar lebih
menarik lagi. Dan untuk chap ini hamba akan sedikit mengeluarkan perasaan cinta
(mungkin) dari kedua pemuda yg cool-cool ini.
.
Genre : Drama, Romance
Warning : AU, OOC,
Typos, etc.
Jumlah Chapter : --
Pairing : Wira (17
tahun) x Prisil (16 tahun) & Dawan (17 tahun) x Selly (16 tahun)
Summary : Bagaimana
jika orang gadis pemalu mendapatkan seorang kekasih yang selama ini di
impikannya hanya dengan sebuah hukuman ? apa mungkin ? atau tidak ? Let’s read
guys..
.
DON’T LIKE, DON’T READ !
.
.
.
Chapter 3
“I-itu… A-apa ka Wira…..”
“Ya ?”
“A-apa K-ka Wira… akan
ikut M-merayakan ulang tahun sekolah ?” akhirnya, apa yang telah terbelenggu di
otak gadis bersurai ungu ini keluar, setelah berusaha menahan rasa gugup dengan
sedikit rona merah yang terpancar dari wajah gadis yang satu ini.
“Brasta, maksudmu ?”
Tanya Wira, dan di balas dengan sebuah anggukan kecil dari Prisil. “Ya kurasa
begitu.” Lanjut Wira.
“Oh ya, dan soal
hukumanmu itu, aku ingin kau mengakhirinya karena aku tidak mau melihatmu
setiap hari hanya sibuk dengan aktivitas yang ada di rumahku sedangkan segala
aktivitas pribadimu kau lupakan.” Wira mengarahkan sedikit ujung matanya ke
arah gadis bersurai ungu ini, namun focus dari pemuda yang satu ini telah mengarah
ke mata rembulan gadis itu. Entah
mengapa setiap melihat mata gadis itu, pemuda yang memiliki mata seindah
safir ini merasakan sensasi yang berbeda dari kebanyakan gadis lainnya.
“T-tapi…”
“Sudahlah, aku hanya tak
mau kau merasa kelelahan dengan aktivitasmu yang seperti ini setiap hari.
D-dan A-aku akan merasa khawatir jika
terjadi sesuatu P-padamu.” Ucap Wira gugup di akhir kalimatnya dan sedikit
menggaruk pipi dengan jari telunjuknya.
DUUBB.. jantung Prisil
seakan meledak ketika pemuda bersurai
kuning itu mengucapkan sebuah
kalimat larangan. Walau pengucapannya yang sedikit gagap, namun kalimat itulah
yang selalu ingin di dengar ke dua telinga mungil gadis pemalu ini. Prisil
menunduk berusaha menutupi rona merah yang terlanjur menjalar di seluruh
wajahnya.
“Baiklah. Kalau begitu ayo kita makan.” Wira
segera meraih tangan Prisil. Pemuda itu bermaksud menuntunnya ke sebuah ruangan
yang di sebut ruang makan yang hanya
berjarak beberapa langkah dari tempat mereka sekarang.
BRRUUKK. Yap, seperti
biasa, jika tubuh gadis yang satu ini di sentuh oleh pemuda yang telah lama di
kaguminya itu. Maka ia akan segera pingsan. Ini bukan karena gadis bersurai
ungu itu ketakutan, melainkan ia merasa sensasi bahagia serta malu yang teramat
sangat tinggi.
“EH ? P-pingsan ? hey..
kenapa kau selalu pingsan di saat aku menyentuhmu ?” Pemuda itu segera membawa Prisil ke tempat
tidur king size miliknya. Wira segerah merebahkan tubuh gadis yang menurutnya aneh ini. Pemuda itu sedikit
merapihkan beberapa helai rambut gadis
itu yang dinilainya cukup berantakan.
“Cantik” batin Wira.
Pemuda itu terus memperhatikan wajah gadis yang selalu bersamanya ini.
Mata pemuda itu seakan enggan untuk
berpaling sedikit saja dari hamparan keindahan gadis bersurai ungu tersebut.
Lama pemuda itu memperhatikan wajah Prisil, tiba-tiba ia merasa kantuk yang
luar biasa hebat datang menghampirinya. Pemuda bersurai kuning ini sebenarnya
masih ingin memperhatikan wajah gadis
yang ada di depannya, namun ia juga tak ingin melawan kuasa tubuhnya dan segera
bergabung di samping Prisil namun dengan
jarak yang terbilang cukup jauh.
Dawan’s
Apartement
“Satu hal lagi..” langkah Selly
terhenti di depan pintu utama apartement milik Dawan. Gadis bersurai pink ini
yang tadinya telah berpamitan pulang pada sang empunya apartement kini harus
berhenti setelah mendengar sebuah kalimat dari mulut pemuda bersurai hitam itu.
“Aku ingin hukuman konyolmu ini
hentikan saja. Karena aku tidak ingin merepotkanmu yang harus mengikutiku setiap
hari.” Lanjut Dawan datar. “T-tapi…”
bukan ini yang di inginkan Selly.
Sebenarnya, Selly tidak merasa terbebani jika setiap hari harus menemani pemuda
setampan Dawan. Justru sebaliknya, gadis bersurai pink ini merasa bahagia
bisa terus bersama pemuda yang lama
telah di idam-idamkannya. “Sudahlah.” Jawab Dawan dengan sedikit mengeluarkan
tatapan dinginnya. “B-baiklah” Selly hanya bisa menahan deru nafasnya yang
seakan ingin meluap karena saking pasrahnya. Ke dua insan itu segera berbalik
ke arah yang berbeda.
“A-aww…” Selly terjatuh. Entah memang
mata gadis itu yang tidak jeli atau ukuran batunya yang terlalu kecil sehingga gadis
bersurai pink tersebut terjatuh. Dawan yang masih dapat mendengar jeritan kecil
dari gadis itu segera berbalik dan langsung mendapati posisi Selly yang dapat
di katakan jauh dari kata baik. Pemuda itu segera menghampiri Selly. “Apa kau
baik-baik sa….” Perkataan Dawan terhenti. Pasalnya ruby milik Dawan kini
bertemu pandang dengan emerald milik Selly. Keduanya saling berpandangan sampai
akhirnya Dawan yang sempat terhipnotis emerald milik Selly sadar. Karena
keadaan yang tidak biasa ini, membuat Pemuda yang terkenal dengan sifat
dinginnya ini menjadi salting dan langsung melepaskan tubuh dari gadis yang
sempat di angkatnya.
“A-aw.. sakit… !”
“M-maaf. Biar ku antar kau ke dalam.”
Skip
Pagi t’lah menyongsong bumi. Pagi
yang terasa berbeda bagi kedua primadona SMA 7 ini. Pasalnya, apartement mereka
sedikit berbeda karena kehadiran gadis yang terpaksa harus tidur di tempat
masing-masing dari mereka. Prisil yang pingsan seketika pada saat menerima
sentuhan yang menurut pemuda itu biasa, dan Selly dengan kakinya yang terbilang
jauh dari kata sehat.
Dawan’s
Apartement
“Huuaaamm… I-ini..” Terlihat seorang
gadis bersurai pink yang mungkin baru saja sadar dari alam mimpi sembari
mengucek ke dua matanya. Setelah melihat suasana kamar yang terlihat asing bagi
gadis bersurai pink tersebut, ia baru tersadar bahwa ini memang bukan kamar
miliknya, gadis itu sempat memegangi kakinya dan sedikit merasa aneh? Yap
itulah yang dirasakan gadis bersurai pink ini setelah merasa kaki yang
sebelumnya sakit kini tak merasa sakit sama sekali.
“K-ka Dawan di mana ya ?” Selly
segera merapihkan tempat tidur yang terlihat berwarna putih dengan sedikit
tambahan warna biru. Gadis itu segera turun ke lantai bawah, karena kamar yang
menurutnya merupakan kamar pribadi Dawan berada di lantai atas.
“Itu
dia..” gumam Selly setelah mendapati pemuda yang sedari tadi sedang
dicarinya terlihat duduk di sebuah sofa biru dengan sebuah earphone putih yang
melekat jelas di kedua telinga kekar pemuda yang terlihat sedang membaca Koran
tersebut. Selly segera menghampiri pemuda bersurai hitam itu dengan sedikit
lambaian tangan, karena gadis itu sadar percuma kalau ia menyapa seniornya ini
dengan sebuah ungkapan karena pasti tidak akan terdengar.
Setelah melihat lambaian kecil dari
Selly, pemuda itu segera melepas benda kecil yang sempat bergelantungan di
kepala pemuda bersurai hitam itu. “Oh, sudah bangun rupanya.” Sapa Dawan
meletakkan earphone serta Koran di di depan meja bundar yang terkesan
sederhana. Selly segera duduk di samping pemuda bersurai hitam tersebut.
“K-kaki…” Selly sedikit menunjuk kaki
yang sebelumnya bermasalah dengan di ikuti pandangan dari kedua ujung matanya.
Melihat situasi, pemuda bersurai hitam itu segera menangkap maksud dari gadis
bersurai pink yang berada di sampingnya. “Aku yang mengobatinya.” Jawab Dawan
mengambil kembali Koran yang sempat di letakkannya di atas meja. “Eh ?” Selly
sedikit bingung dengan tebakan yang baru saja masuk dari kedua telinga gadis
bersurai pink itu yang ternyata benar.
“Kau ingin bertanya tentang kondisi
kakimu kan ? ya itu aku.” Lanjut Dawan yang masih terlihat sibuk dengan Koran
yang sedang di bacanya. “T-terima kasih ka.” Sesumbrat merah muncul di kedua
pipi Selly. “Berkemaslah, karena sebantar
sore kita akan pergi ke Brasta. Dan tadi juga orang tuamu mengirimimu
SMS, mereka bertanya kenapa semalam kau
tidak pulang.”
“B-benarkah ? L-lalu apa ka
membalasnya ?” Tanya Selly sedikit terkejut setelah
mengetahui orang tuanya menanyakan
keberadaannya. “Ya. Aku mengatakan bahwa kau tidur di rumah Prisil karena ada
sedikit tugas sekolah yang harus di selesaikan.” Balas Dawan yang masih terlihat focus membaca
Koran.
“B-baiklah, kalau begitu aku
permisi ka. Dan terima kasih karena telah mengobati kakiku” Selly berdiri dan segera pergi
meninggalkan Dawan yang lagi-lagi masih terlihat focus dengan Koran paginya.
“Hn” jawab Dawan singkat dengan sedikit anggukan.
Wira’s
Apartement
“Egh…” Prisil bergumam kecil, gadis
bersurai ungu ini bangun karena sebuah sinar matahari yang sebelumnya tepat
mengenai matanya. “I-ini..” Prisil sedikit memperhatikan bentuk serta lekukkan
dari ruangan di mana ia berada. “Kau sudah
bangun rupanya.” Tiba-tiba gadis bersurai ungu itu mendengar sebuah
suara yang terasa dekat di kedua telinganya.
“K-ka Wira ?”Ternyata suara itu
berasal dari Pemuda bersurai kuning yang terlihat masih menutup mata, Prisil
juga sadar bahwa ini adalah kamar
seniornya itu, sontak Prisil segera memegangi
seluruh tubuhnya dengan ke dua tangannya. “Jangan takut. Aku tidak
melakukan apapun padamu.” Pemuda itu segera merespon gerakan Prisil dengan
kondisi mata yang masih tertutup. Sementara gadis yang bersangkutan hanya diam
mematung dengan rona merah
yang sudah menutupi seluruh wajahnya.
Prisil bukannya tidak mau tidur dengan pemuda
yang satu ini. Bagi gadis bersurai ungu dengan warna mata seperti rembulan ini,
tidur bersama pemuda yang selama ini di cintainya merupakan salah-satu mimpi terbesar dalam hidupnya.
Namun tentu saja ia harus mempersiapkan mental terlebih dahulu karena jika
tidak gadis yang satu ini bisa pingsan.
“Karena menjagamu, aku bahkan tidak
makan apapun dari kemarin” Wira segera menampakan mata safir miliknya dan
mengarahkannya pada gadis yang masih tertunduk di sebelahnya. “M-maafkan aku.”
Lagi-lagi Prisil merasa menyesal pada seniornya itu. “Sebagai gantinya, kau
harus memasak sesuatu untukku dan juga menemaniku makan.” Wira bangun. Pemuda
itu langsung berjalan lurus dengan sedikit memegangi perutnya dan sebuah
senyuman kecil ? yap, pemuda itu sengaja melakukannya karena ia merasa
ketagihan menjahili gadis yang menurutnya pemalu namun sangat mengasikkan ini.
Setelah langkah kaki pemuda bersurai kuning
itu tidak bergema di kedua telinga Prisil, baru kepala yang tadinya menunduk ke
bawah langsung di tegakkannya dengan sebuah deru nafas lega.
Skip
“Woooaaaw… ternyata kau pintar
memasak ya.” Wira kagum luar biasa dengan beberapa jenis masakan yang telah
tersedia di sebuah meja makan dengan design pedesaan. Mulai dari beberapa jenis
daging, sayuran, dan buah-buahan yang bahkan tidak tersedia di dalam kulkas
super besar milik pemuda bersurai kuning tersebut.
Tanpa menunggu sebuah tiupan peluit,
Wira segera menyantap semua jenis masakan yang telah tersedia di hadapan pemuda
itu. Melihat tingkah seniornya yang terlihat sangat lapar ini, Prisil hanya
bisa tertawa kecil.
“Hmmm… enak… Ayolah makan bersamaku.”
Wira menghentikan aktivitas santap-menyantapnya. Pemuda itu menjatuhkan pandang
kearah gadis yang terlihat hanya diam dengan senyuman kecil. “EH ? E-ee
B-baiklah.” Prisil bembalikan sebuah piring putih yang masih dalam kondisi
terbalik di hadapannya.
“Siapa yang mengajarimu masak ?”
“Ibuku”
“Oh..” Wira hanya ber-‘oh’ ria
diselingi dengan sebuah anggukkan kecil. “lalu, di mana ibu dan ayahmu
sekarang. ?” Wira kembali bertanya. Namun pertanyaannya kali ini sukses membuat
Prisil diam dengan kondisi mematung.
“…..”
“Hm ? kenapa ? lagi liburan ? kerja
di luar negeri ?” Wira semakin penasaran namun masih focus pada makanan lezat
yang sudah lama tidak dilihatnya.
“Meninggal” DEGG.. Jantung pemuda bersurai
kuning tersebut serasa ingin segera melompat setelah mendengar sebuah kata yang
langsung menerobos telinga pemuda tersebut. EHHEEK.. HEEK.. Wira tersedak,
memaksa keluar makanan yang tadinya akan meluncur mulus ke dalam perut.
“M-meninggal ?” Wira segera mengarahkan pandangannya pada gadis di depannya
yang terlihat hanya menunduk. Sebuah tatapan yang mengisyaratkan sebuah
ketidakpercayaan.
“…..” Wira segera menghampiri Prisil
yang masih saja terlihat menunduk dengan sedikit mengelus punggung gadis
bersurai ungu tersebut. “Maaf. Aku tidak berniat membuatmu sedih.” Wira mencoba
memperbaiki situasi. “Hiks.. Hiks..” jawab Prisil mengangguk dengan sebuah isakan
tangis.
“Maafkan aku. Aku janji akan menjagamu.” Mata Prisil membulat seketika. Sebuah
kalimat yang menurut Wira biasa-biasa saja, namun berbeda bagi Prisil. Kalimat
yang pernah diucapkan kedua orang tuanya
sebelum kedua sepasang kekasih itu meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat.
Dan juga sebuah kalimat yang dapat menunjukkan kasih sayang kepada orang yang
sangat berharga dalam hidupnya.
Skip
SMA 7 Buol,
16:02
Saat ini adalah saat-saat yang sangat
di nantikan bagi seluruh siswa SMA 7.
Hal ini sangat terasa special bagi seluruh siswa kelas IPA, karena
perjalanan mereka semakin lengkap dengan kehadiran dua primadona sekolah itu.
“Kyyyyyyyaaaaa…. Ka Wiraaaa….”
“Kyyyyaaaa….. Ka Dawaaann…”
Begitulah beberapa sorakan dari
seluruh siswi SMA 7 setelah melihat kedua pemuda tersebut keluar dari BMW serta
Ferari pribadi mereka. Mereka terlihat keren sore ini, Wira dengan kaus putih,
jaket merah dengan corak putih dikedua lengannya, jam putih bermerek, sebuah jeans hitam, serta sebuah sepatu putih
yang semakin memancarkan karismanya.
Disisi lain, Dawan dengan kaus putih,
jaket Biru ditambah corak putih di kedua lengannya, jam hitam bermerek, jeans
hitam, serta sepasang sepatu putih dan menurut para gadis errr… sungguh keren.
Dan berselang beberapa saat kemudian datanglah Prisil, Selly, dan Gisell secara
bersamaan. Setelah sebelumnya Prisil mendapat sebuah tumpangan gratis menuju
rumah kecil namun terkesan sedikit modern itu dari pemuda bersurai kuning yang
menyuruhnya pulang untuk mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawanya
nanti.
Ke dua pemuda tampan itu berjalan
menyusuri beberapa koridor sekolah dengan kedua tangan yang diisi dalam saku
celana mereka. Dan seperti biasa, terlihat para gadis mengekor di belakang
mereka. Ada yang berteriak gembira karena hanya mencium aroma tubuh yang
dipancarkan Dawan, dan bahkan ada juga yang pingsan seketika setelah mendapat
sebuah kedipan mata dari Wira. Mungkin ini sedikit berlebihan, namun begitulah
keadaan SMA 7 setiap hari.
“Perhatian, pada seluruh siswa agar
segera berkumpul di depan kantor sekolah. Siswa kelas IPA dan juga IPS harap
berbaris secara terpisah. ” amukan suara Swandi kembali bergetar di seluruh SMA
7 Buol. Tanpa menunggu lama, seluruh siswa langsung berbaris menurut arahan
dari pria parubaya bersurai putih tersebut.
Setelah mendengarkan arahan dari
masing-masing guru pembimbing yang cukup membosankan dan bahkan dapat membuat
salah seorang siswa teridur cukup pulas, mereka segera berangkat menuju tempat
yang telah ditentukan menggunakan sebuah bis besar. Ada juga yang lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi mereka, termasuk Wira dan Dawan.
Sebelum masuk kedalam kendaraan
pribadi milik pemuda bersurai kuning yang satu ini, ia sedikit teringat satu
hal yang menurutnya dapat cukup menghiburnya selama perjalanan.
“Prisil…..”
BERSAMBUNG…
OK guy’s cukup sekian chap 3 ini yah,
soalnya penyakit hamba udah kambu nih. Biasalah otak hamba udah mau error gitu
karena kebanyakan mikir. Maaf ya kalau pendek and meleset dari janji hamba pada
chap sebelumnya. Nanti hamba perbaiki deh. Oh ya, jangan lupa baca cerita
terbaru hamba ya, yang judulnya Semangat merdeka. Itu merupakan cerita
pertama hamba yang bergenre war & action. Jadi kalau masih agak kacau atau
ngaco mohon kemaklumannya ya..
See you in the next chap…. JJJJ
No comments:
Post a Comment